Sabtu, 24 Maret 2012

cerpen 3 bahasa

Road to Wonosalam Village
                Libur akhir semester pun dimulai aku pun mulai merencanakan jalan keluar untuk refresing.Sang mentari pun mulai muncul di sebelah timur. Dengan ditemani segelas teh dan gorengan akupun mulai menikmati kicauan burung-burung yang berkeliaran kesana kemari. Lalu datang sebuah pesan masuk via sms
“Ji , ayo berangkat sekarang ikut ngak? “
 “kemana? “ Tanya ku
“Ke wonosalam kan sudah setuju anak-anaknya. Ayo cepat di tunggu anak-anaknya di depan sekolah” kata hasan
“Iya sebentar, mandi dulu aku nanti ke sana” kataku
Setelah berpakaian rapi aku pun izin ke orang tuaku sebelum berangkat untuk memohon restu dan uang jajan sekaligus ^^ dan tak lupa juga helm dan STNK ku pun ku bawa.Sambil mencuci mata akupun melihat lihat dan membanding banding kan sosok wanita satu persatu yang sedang berjalan di sepanjang perjalanan. Sesampainya disana aku pun menemui teman- temanku di depan sekolah seperti ojek yang sedang mencari penumpang.
“Siapa aja yang ikut anak-anaknya, “ tanyaku
“Banyak kok hamper satu kelas, Katanyaa, “ kata hasan
“Itu katanyaa katanyaa Ka-ta-nyaa, “kataku
“Hei itu si mbah (karena beruban dan terdapat celah di depan giginya) sama safril, “ kata hasan sambil melirik sebuah motor yang terbilang amor karena sayapnya dilepas dansuaranya nyaring
“Mana? Ohh itu… itu ada lagi di belakangnya april sama si Jangkung (tingginya hampir menyamai tiang listrik) kataku
Setelah itu banyak teman-temanku mulai berdatangan satu per satu. Lalu guruku pun datang dengan membawa motor Megapro warna merah . Guruku yang satu ini memang seorang petualang sejati, dengan berbekal makanan dan pertolongan pertama yang lengkap Pak Fauzi pun segera menyalakan mesin.
“Sudah lengkap kan ayo berangkat, “kata guruku
“Sip, Tancap bro!” kata safril dengan nada semangat
                Bunyi mesin amor kepunyaan si mbah dan safril pun bersahutan di sepanjang jalan yang kedengarannya seperti pawai becak motor amor . sampai di tengah jalan si safril pun berhenti pada sebuah toko yang mirip minimarket. Setelah teman temanku semuanya masuk aku pun berhenti sejenak pada sebuah softdrink favoritku lalu ku bawa pada kasirnya
“Mbak, berapa harganya? “
“5000an dek”
“Loh dirumahku Cuma 3000an aja kok. Bisa kurang kan? “
“ Itu dirumahmu Ji! Kalau di sini lain lagi, maaf mbak kumat dia masa pentol yang harganya 500an dia tawar. Kamu juga ji jangan suka ngambil labanya orang, “
“Sok bijak lo, lu sendiri nawar dari harga 50000 jadi 35000 aku diem diem aja”
“kalau itu beda lagi lain cerita lagi itu, ya sudah terserah”
                Akupun membeli softdrink dengan harga yang ditetapkan mbak mbak kasirnya. Dan kita pun mulai melanjutkan perjalanan. Tanpa kita sadari guruku yang tadi ada di depan kita pun menghilang tanpa jejak. Dengan jantung yang berdetak semakin keras dan pikiran tak karuan salah satu temanku pun mulai menelepon guruku.setelah selesai menelpon “ayo katanya disini arahnya, “ kata april
“bener? Kalau kesasar tanggung jawab loh, “
“iya gampang bias diatur, katanya ada tikungan belok kanan dan ada pertigaan belok kiri,”
                Jalan yang kita lalui tidak lah seperti  jalan ketika kita berangkat sekolah (ya iyalah namanya desa) banyak kubangan kubangan air yang besarnya seperti sumur lapindo ketika lewati kita pasti kena. Belum puas dengan jalan yang berliku-liku , dan kubangan sebesar sumur  turunlah hujan yang turun dengan deras membuat teman temanku resah dan gelisah dan jalan berlumpur. Beruntung lah kita bertemu lagi dengan Pak Fauzi (guruku yang tadi) dan mulai melaju dengan perlahan-lahan.
“Pak mana desa Wonosalamnya masih jauh kah pak”
“ya ini, tapi yang tempat kita tuju masih beberapa kilometer lagi. Sabar!, ayo berangkat!, “
                Kumandang adzan pun berbunyi kita pun berhenti pada salah satu masjid terdekat  untuk menunaikan salah satu rukun islam yang ke dua. Aku pun terkejut ketika melihat hamparan sawah terasiring dan udara sejuk di siang hari ini. Setelah mengambil air wudlu aku dan disusul teman- temankupun mulai menggigil karena air yang dingin di campur hawa yang sejuk ini membuat bulu buluku berdiri. Setelah selesai kami pun mulai bergegas menju tempat yang sedang kami cari.
                Berjam jam lamanya kita pun hampir sampai ke tempat yang kami tuju, perasaan bahagia pun membayangi kami. Lalu tibalah hujan gerimis yang tidak begitu deras namun membuat jalanan yang sebagian licin. Dan tepat dihadapan kami,kubanganberlumpur  musuh utama tepat di atas jembatan. Lalu satu persatu temanku melalui  jembatan itu, dan aku pun secara tidak sabaran melalui jalur yang kulihat timbul (mungkin tempat itu bisa kulalui), lalu akupun menancap gas gigi satu dan akhirnya apa yang kupaksa itu tidak menuaikan hasil ternyata yang timbul itu bukan jalan biasa ternyata itu bebatuan licin yang membuat aku dan teman ku terjatuh dari sepedah motorku.
 Alhasil motorku pun jatuh diatas kubangan berlumpur dan kini aku,temanku (yang ku bonceng) dan sekaligus motorku pun penuh dengan lumpur dan tanah liat.Aku pun terkejut ketika motorku mulai mengeluarkan asap, aku yang masih pemula khawatir kalau motor ku berasap tidakbisa dipakai lagi. lalu temanku menuntun motor ku ke parit yang tak jauh dari jembatan tempat aku jatuh tadi. Sambil membersihkan motorku ada sajatemanku yang megabadikan kejadian ku melalui telepon genggam milik guruku
. Setelah bersih kembali lalu kita melanjutkan perjalanan dan tiba-tiba guruku berhenti pada suatu rumah yang bersebelahan dengan kebun salak wonosalam.
“Pak parkir disini kah pak?” kata safril
“ngak, disana parkir deket jurang sebelah sana. Ya disinilah”
“ngak pak tadi itu cuma ngetes aja kok pak”
“Kamu ini!, bapak kamu penjual bakpau ya?”
“kok tau”
“karena kau telah…. Membuat panas hatiku!, ya sudah ayo lanjutin perjalanannya” sambil menunjuk ke sebuah jalan yang terjal dan licin di antara dua perkebunan salak.
                Perjuangan yang kita tempuh untuk menuju tempat yang kita tuju karena waktu yang tidak mencukupi
“yah, kita sudahi dulu hiking kita”
“kenapa Pak, masih jauh kah pak”
“bukan, waktunya tidak mencukupi. Seharusnya kita tadi berangkat jam lima atau enam bukan jam delapan . kesiangan, Saya dulu sama mahasiswa-mahasiswa berangkat jam 1 baru nyampai di tempatnya sekitar jam 1 siang” Jelas Pak fauzi
“ya sudah pak foto-foto dulu pak!”
“ok!, tapi kalau pengen ngambil salak bissmillah dulu soalnya ada penghuninya sekitar sini itu” kata Pak Fauzi memergoki si Jangkung yang mengambil 3 buah salak yang berada didekat kita.
“Enak? Bagi dong”
“Ambil sendiri! Enak aja kamu tinggal minta, itu loh masih banyak di situ situ”
“Ini masih mentah , nah liat dagingnya aja kaya begini” kataku sambil membuka buah salak dan memperlihatkan daging nya yang berwarna keputih putihan
“Ini loh liat kulit buahnya agak empuk baru kamu ambil” sambil menunjukkan buahnya
“oh ini! Bilang dong”
“Loh kamu ngak ngomong”
“Loh kamu ngak ngasih tau”
“loh kamu ngak bilang dari tadi”
“loh kamu ngak ngasih tau langsung”
“Heh Sudah! Mancing loh anak ini!” kata Si Mbah dengan nada marah
“……………………..” lalu suasana dibuat hening sejenak burung-burungpun seakan akan berhenti berkicau karena perkataan si Mbah tadi
                Setelah puas berdebat kami pun memakan salak tadi sambil mengabadikannya melalui kamera ponsel masing-masing. Dengan pose yang unik-unik tanpa disengaja topi kepunyaan si Mbah terjatuh kejurang. Akibat kejadian tadi senyum canda tawa yang menyelimuti sepanjang jalan Si Mbah musnah di sapu ombak pantai membuatnya galau dan meneteskan air mata.
“sabar Mbah nanti ku traktir odong-odong” kataku
“Mbah mu mbok traktir odong, odong. Sabar Mbah ngkok tak traktir sego tiwul” kata Safril
“hah koen iki koncomu sek mangkel atine mbok gawe selengean” kata Mbah
“Sabar mbah kan kamu ada di sisiku” kata April
“seger si Mbah saiki,adem atine nek karo April..!  “ kata Safril
“hahaha” lalu mood si Mbah berubah menjadi canda tawa kembali seperti semula.
                Haripun semakin sore kami pun menyudahi perjalanan yang tertunda tadi. Dan berangkat lagi untuk menuju ke mojokerto. Jalan yang kita lewati saat ini sudah tidak berlumuran lagi ,datar dan beraspal tetapi entah mengapa ketika motorku melintasi tikungan yang kelihatannya tidak terlalu tajam itu motor yang kukendarai bersama Hasan itu jatuh.
“Ji ji, nyusahno uwong ae” kata hasan
“Sek pemula cong, maeng iku kesalahan teknis ae iku”
“Alasanmu sak bajek ji ji”
“Sokor,koen se gaya gaya “ kata si Jangkung, bukan membantu malah bikin hati panas
“sama teman itu di baik-baikkin jangan di ejekin, kamu juga ji pake sok sok ngebut” kata April
“hahah podo wae gak lang gak wedok podo ae” kataku dengan nada kesal
                Lalu kita pun melanjutkan perjalanan pulang. Angin sejuk sekan-akan tidak ada henti-hentinya menyapa kami. Hamparan sawah yang luas seakan-akan menyilaukan kami. Lalu tiba-tiba si Safril pun menyalakan klakson pada orang yang tidak dikenalnya lalu disusul si Mbah dan satu persatu temanku serta aku juga berpawai klakson,seperti  terompet tahun baru bedanya sekarang tahunnya masih yang lama. Capek juga ternyata lalu satu persatu temanku pun berhenti membunyikan klakson, selain karena capek faktor urat malu juga baru menyambung tadi.
                Setelah melewati perbatasan Wonosalam akupun mulai bernafas lega dan mulai berpencar untuk mencari jalan tercepat untuk sampai dirumah yang aman dan nyaman. Setelah mampir kerumah temanku aku dengan hati yang berbunga-bunga ingin sampai dirumah dan berebah di kasurku yang empuk,nyaman dan nikmat. Sampai dirumah akupun disambut hangat ibuku dan berbincang-bincang tentang apa yang ada tadi disana. Lalu akupun pamit untuk menuju tahta ku, kasur ku yang hangat dan aku pun tertidur pulas dibawanya